Marhabaaaan....Selamat berkunjung di blog sederhana ini Smoga bermanfaat dan Allah Ta'alla menerima segala amal ibadah serta meningkatkan derajat ketakwaan kita.Amien...

Senin, 09 Agustus 2010

"Berpuasa tapi tidak sholat??????.........."

Pertanyaan; Apakah diterima puasa orang yg sengaja meninggalkan shalat? karena saya melihat banyak orang yg berpusa tapi tidak mengerjakan shalat.Jawaban selengkapnya sebagai berikut :

Orang yang meninggalkan sholat jika ia meninggalkannya karena mengingkari atau menolak kewajiban tersebut, maka ia murtad dari agama dengan sepakat (ijmak) para ulama. Orang yang murtad tidak sah ibadahnya termasuk puasa.

Adapun jika ia meninggalkan shalat karena malas atau segan (yakni ia masih mengakui kewajiban shalat, cuma ia malas melakukannya), maka para ulama berbeda pandangan tentang hukumnya;

1. Imam Ahmad berpandangan; ia adalah kafir.
2. Jumhur ulama berpandangan; ia fasiq, yakni tidaklah menjadi kafir, akan tetapi telah melakukan dosa besar.

Berpegang kepada pandangan Imam Ahmad tersebut, maka sebagian ulama hari ini (terutamannya dari Arab Saudi seperti Syeikh Bin Baz, Ibnu Usaimin dan sebagainya) berpendapat; orang yang tidak menunaikan shalat fardhu, tidak sah puasanya, malah juga ibadah-ibadahnya yang lain (zakat, haji, sedekah dan amal-amal saleh selainnya) sampai ia bertobat kepada Allah dan kembali mengerjakan shalat. Berkata Syaikh Ibnu Uthaimin; "Jika kamu berpuasa tanpa mengerakan shalat, kami ingin menegaskan kepada kamu, sesungguhnya puasa kamu adalah batal / rusak, tidak sah, tidak memberi manfaat kepada kamu di sisi Allah dan tidak mendekatkan kamu kepada ... "(Fatawa Ulama 'Baladil-Haram, hlm. 198).

Adapun berdasarkan pandangan jumhur ulama (yang tidak menghukum kafir orang yang meninggalkan shalat itu); puasa orang itu sah jika ia memenuhi rukun-rukun puasa yang ditetapkan dan tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa. Maksud sah adalah; dia tidak dituntut lagi mengqadha / mengganti puasanya. Namun perlu dipersoalkan; apakah puasanya itu akan diterima oleh Allah sedangkan ia telah mengabaikan ibadah yang cukup besar dalam Islam yaitu sholat? Tidak semua ibadah yang sah diterima oleh Allah. Misalnya, seseorang yang mengerjakan shalat dengan riya; shalatnya sah (dari sudut Fiqh) saat cukup syarat-syarat dan rukun-rukunnya, namun shalatnya ditolak oleh Allah karena riya tersebut. Karena itu, ulama-ulama al-Azhar (seperti Syeikh 'Atiyah Saqar (bekas ketua Lujnah Fatwa al-Azhar), Dr. Ahmad asy-Syirbasi (bekas dosen di Universti al-Azhar), Dr. Muhammad Bakr Ismail, Dr. Muhammad 'Ali Jum'ah dan banyak lagi), walaupun pendapat mereka tidak sekeras ulama-ulama dari Arab Saudi tadi, tetapi mereka menegaskan; "Orang yang tidak mengerjakan shalat sekalipun puasanya sah tapi tidak diterima Allah (yakni tidak diberi pahala)". Syeikh ' Atiyah Saqar menulis dalam fatwanya: "Barangsiapa berpuasa tanpa mengerjakan shalat, puasanya adalah sah dan tidak wajib ia mengulanginya. Akan tetapi dari segi penerimaan (Allah) terhadapnya, maka hadis Nabi saw menunjukkan ia tidak diterima ... ". Hadis yang dimaksudkan oleh Syeikh 'Atiyah itu adalah sabda Nabi saw (bermaksud);

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan melakukan pendustaan, maka bagi Allah tidak ada kebutuhan dalam ia meninggalkan makan dan minumnya (yakni Allah tidak berhajat kepada puasanya)" (Riwayat Imam Bukhari, Abu Daud, at-Tirmizi dan lain-lain dari Abu Hurairah ra).

Jika dengan karena akhlak mazmumah (dusta dan sebagainya) telah menyebabkan puasa ditolak oleh Allah, maka lebih-lebih lagilah dengan meninggalkan shalat fardhu yang dosanya amat besar, berkali-kali lipat lebih besar dari dosa karena akhlak mazmumah itu.

Wallahu a'lam.

Selamat Menunaikan ibadah puasa ya temans.....smoga kita lancar menyempurnakannya serta diterima Allah Ta'alla segala amal ibadah kita,amien... Mohon Maaf Lahir dan Batin...

Sumber :

1. al-Fatawa; Min Ahsan al-Kalam, Syeikh Aiyah Saqar, 2 / 32.

2. Fatawa Ulama 'Baladil-Haram, hlm. 198.

3. Al-Fiqh al-Wadhih, Dr. Muhammad Bakr Ismail, 1 / 149.
4. Yas-alunaka Fi ad-Din Wa al-Hayah, Dr. Ahmad as-Syirbasi, jilid 4.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar